Perlahan kau dan aku berjalan menuju Pantai Gesing. Di
sepanjang perjalanan ada gerimis yang turun perlahan. Hamparan padi kita lalui
menuju Bantul hingga Kulonprogo. Tanaman singkong berdiri tegak dan sedikit membungkuk
seperti menyambut tamu yang datang dari negeri seberang. Beberapa kali kulihat
langit tersenyum cerah melihat keceriaan kita. Maka biarlah punggung tanganku
mencoklat untuk hari ini saja. Sebab, aku tak ingin kehilangan kesempatan emas
mengunjungi pantai ini. Waktu akan terus bergulir tanpa henti, dan aku tak akan
pernah tahu kapan akan kembali lagi.
Dari jarak tiga puluh meter, kulihat ada beberapa
pasang kaki mungil yang berkejaran di sekitar pantai. Harap yang kuranum di
bilik do’aku setahun lalu akhirnya sampai pada tanah perbatasan antara Yogyakarta
dan Jawa Tengah. Aku datang dari utara Pulau Sumatera hanya ingin melihat
keelokan rupanya. Dan aku tak menyesal sedikitpun, sebab pantai ini tak kalah
indah dengan pantai di pulau yang banyak sekali turisnya itu. Ada banyak tebing
yang menjadi saksi kehadiranku di sini. Ada suara ombak yang sangat merdu di
telingaku. Bahkan ada beberapa percakapan khas Jawa yang masih asing di telinga
ini.
Tentang aku yang jauh dari Sumatera tidaklah penting,
yang terpenting adalah seberapa besar cinta kita pada keindahan Indonesia. Aku
berjalan ke bibir pantai, bermain dengan ombak yang menyapaku ramah. Seperti
khas warga Jawa yang menyambut kehadiranku di rumahmu. Lalu kuingat firman Allah tentang indahnya
alam, kumaknai dalam-dalam, dan semakin mendalam. Sembari kuingat ayat
cinta-Nya yang mempesona, “Fabiayyi alaai
rabbikuma tukadzzibaan”. Mataku berbinar melihat keindahan ciptaan-Nya.
Matahari pun mulai tenggelam, dan aku masih larut dalam jiwa yang semakin
tenang.
Bogor, 18 September 2017
0 komentar:
Posting Komentar