Jumat, 17 Agustus 2018

Menanti Sore di Pantai Gesing


Perlahan kau dan aku berjalan menuju Pantai Gesing. Di sepanjang perjalanan ada gerimis yang turun perlahan. Hamparan padi kita lalui menuju Bantul hingga Kulonprogo. Tanaman singkong berdiri tegak dan sedikit membungkuk seperti menyambut tamu yang datang dari negeri seberang. Beberapa kali kulihat langit tersenyum cerah melihat keceriaan kita. Maka biarlah punggung tanganku mencoklat untuk hari ini saja. Sebab, aku tak ingin kehilangan kesempatan emas mengunjungi pantai ini. Waktu akan terus bergulir tanpa henti, dan aku tak akan pernah tahu kapan akan kembali lagi.

Dari jarak tiga puluh meter, kulihat ada beberapa pasang kaki mungil yang berkejaran di sekitar pantai. Harap yang kuranum di bilik do’aku setahun lalu akhirnya sampai pada tanah perbatasan antara Yogyakarta dan Jawa Tengah. Aku datang dari utara Pulau Sumatera hanya ingin melihat keelokan rupanya. Dan aku tak menyesal sedikitpun, sebab pantai ini tak kalah indah dengan pantai di pulau yang banyak sekali turisnya itu. Ada banyak tebing yang menjadi saksi kehadiranku di sini. Ada suara ombak yang sangat merdu di telingaku. Bahkan ada beberapa percakapan khas Jawa yang masih asing di telinga ini.

Tentang aku yang jauh dari Sumatera tidaklah penting, yang terpenting adalah seberapa besar cinta kita pada keindahan Indonesia. Aku berjalan ke bibir pantai, bermain dengan ombak yang menyapaku ramah. Seperti khas warga Jawa yang menyambut kehadiranku di rumahmu.  Lalu kuingat firman Allah tentang indahnya alam, kumaknai dalam-dalam, dan semakin mendalam. Sembari kuingat ayat cinta-Nya yang mempesona, “Fabiayyi alaai rabbikuma tukadzzibaan”. Mataku berbinar melihat keindahan ciptaan-Nya. Matahari pun mulai tenggelam, dan aku masih larut dalam jiwa yang semakin tenang.


Bogor, 18 September 2017




Share:

0 komentar:

Posting Komentar