Lalu hari ini aku
diam membatu sejak pagi tadi. Mata memerah, air mata mengucur sederas banjir
bandang. Kalimat yang kau sampaikan terus kueja perlahan, memaknai titik dan
koma yang saling bertautan, memaknai suara kita yang saling bersahutan. Huruf-huruf
yang bersembunyi di balik jeruji hati berlarian dalam rinai hujan pagi ini.
Tanpa tahu siapa yang peduli lagi. Dingin mencabik tubuh yang semakin lunglai.
Aku meringkuk, mencoba membunuh pilu yang semakin dalam. Aku kehilangan
genggaman ketika terjatuh. Detik itu kau pergi, dirimu menjauh, tak ada ucap
sekata pun. Lalu suasana ruangan menjadi riuh. Ada tangisan perempuan yang
bukan lagi kasih di sudut ruangan.
Jejak tak berdetak
kepiluan semakin membuta
menyesap tiap jiwa yang terhentak
dan aku terlunta
Di
tepi kamar aku termangu
menyesap
sedih yang semakin menderu
hujan
dan tangis meramu sendu
Aku tenggelam dalam bait yang paling biru
kepahitan bersatu dengan rindu
dan dingin semakin membeku
Apakah kau sengaja mencebur luka di
langitku?
Pada
suatu masa,
ribuan
kilometer pernah meniadakan jarak
Di
peraduan, keping rindu selalu menjejak
menjelma
semu yang menyesak
Esok tak akan ada lagi selongsong tatap
yang selalu mengusikmu
Mungkin ini hanyalah kisah fiksi penuh
harap
dari ribuan dongeng tidurmu
lagipula ini tak pantas disebut cinta
0 komentar:
Posting Komentar