Jumat, 17 Agustus 2018

Jejak Tak Berdetak


Lalu hari ini aku diam membatu sejak pagi tadi. Mata memerah, air mata mengucur sederas banjir bandang. Kalimat yang kau sampaikan terus kueja perlahan, memaknai titik dan koma yang saling bertautan, memaknai suara kita yang saling bersahutan. Huruf-huruf yang bersembunyi di balik jeruji hati berlarian dalam rinai hujan pagi ini. Tanpa tahu siapa yang peduli lagi. Dingin mencabik tubuh yang semakin lunglai. Aku meringkuk, mencoba membunuh pilu yang semakin dalam. Aku kehilangan genggaman ketika terjatuh. Detik itu kau pergi, dirimu menjauh, tak ada ucap sekata pun. Lalu suasana ruangan menjadi riuh. Ada tangisan perempuan yang bukan lagi kasih di sudut ruangan.

Jejak tak berdetak
kepiluan semakin membuta
menyesap tiap jiwa yang terhentak
dan aku terlunta


Di tepi kamar aku termangu
menyesap sedih yang semakin menderu
hujan dan tangis meramu sendu


Aku tenggelam dalam bait yang paling biru
kepahitan bersatu dengan rindu
dan dingin semakin membeku
Apakah kau sengaja mencebur luka di langitku?


Pada suatu masa,
ribuan kilometer pernah meniadakan jarak
Di peraduan, keping rindu selalu menjejak
menjelma semu yang menyesak


Esok tak akan ada lagi selongsong tatap
yang selalu mengusikmu
Mungkin ini hanyalah kisah fiksi penuh harap
dari ribuan dongeng tidurmu
lagipula ini tak pantas disebut cinta




Share:

0 komentar:

Posting Komentar