Kamis, 22 Mei 2025

Keistimewaan Ibu Saliha


Allah memberikan kado istimewa untuk para ibu agar dapat beribadah dengan khusyuk, fokus dan maksimal di rumah. Keistimewaan ini Allah berikan tentunya dengan tujuan. Tidak mungkin keistimewaan ini hanya hadir begitu saja. Tujuannua adalah agar optimal dalam mendidik anak-anak di rumah.


Pada Qur’an Surat Al-Ahzab ayat 33 ibu dianjurkan untuk lebih banyak beraktivitas di rumah. Terjemahannya, “ Hendaklah kamu tetap di rumahmu”. Seruan ini diperuntukkan untuk para ibu. Bahkan seperti yang kita ketahui bahwa shalat wanita atau dalam hal ini ibu/bunda lebih utama di rumah daripada di masjid. Namun bukan berarti wanita tidak boleh keluar rumah. Islam tidak membatasi peran ibu. Ibu boleh berkegiatan di luar rumah, mengasah keterampilan, belajar, bersosial, asalkan sesuai rambu-rambu syariat Islam dan tidak lupa perannya di rumah. 


Tentunya tidak boleh jika sampai abai dan melupakan perannya di dalam rumah dengan berbagai kegiatan di luar. Sehingga butuh pencerahan, arahan, kepada para ibu agar selalu mengingat fitrahnya di dalam rumah. 


Ibu Tidak Wajib Mencari Nafkah

Tidak ada keharusan bahwa para ibu harus membantu suami untuk mencari nafkah. Nafkah wanita itu sendiri ditanggung oleh para lelaki, baik itu ayah, suami, saudara laki-laki, ataupun anak laki-lakinya. Mereka bertanggunh jawab di hadapan Allah untuk menafkahinya. Tujuannya sangat mulia, yaitu agar para ibu bisa lebih fokus menjalankan tugas fitrahnya di rumah.


Namun jika ibu ingin mengaktualisasikan diri, memgembangkan diri di luar rumah, boleh saja, namun dengan syarat-syarat yang sudah ditetapkan Islam. Ada adab-adab yang perlu diperhatikan seperti tidak berbaur dengan laki-laki non mahrom, tidak memperlihatkan aurat di luar rumah, tidak menghabiskan waktu dengan bercanda, dan lainnya.


Banyak perempuan yang justru bisa berkembang dan mengaktualisaikan dirinya di dalam rumah. Misalnya dengan keterampilan yang ia miliki, memasak, membuat kerajinan tangan, menulis, dan lainnya. Semoga para ibu dengan penuh kesadaran dan bahagia bisa berdaya, berkarya dan berdampak dari dalam rumah.


Antara Ibu, Baby Sitter, dan Asisten Rumah Tangga.


Tanpa mengkerdilkan ibu yang memiliki baby sitter dan asisten rumah tangga sama sekali, tugas ibu dan mereka tentunya berbeda. Hubungan antara ibu dan anak tercinta adalah hubungan yang emosional. Anak adalah bagian dari ibu, ibu adalah bagian dari anak. Tidak bisa dipisahkan. Ibu merawat anaknya dengan penuh cinta, sementara  baby sitter atau asisten rumah tangga melalukannya atas dorongan tugas, kerja, kewajibannya yang sudah diupahi. Jika kita amati, tentu saja cinta dan tugas sangat jauh berbeda perbandingannya.


Ketika mengurus, mendidik, dan merawat anak, ibu tentu akan merasa bahagia. Walaupun banyak kasus yang kita lihat tidak bahagia karena berbagai faktor ya. Namun fitrahnya ibu pasti bahagia. Kebahagiaan terpancar dari sikap, kata, dan gesture tubuh dari ibu. Baby sitter atau asisten rumah tangga banyak yang kita perhatikan dengan terpaksa, muka yang jenuh dan letih merawat anak dari majikannya.


Adapun kasus jika ibu yang bekerja di ranah publik, bisa bersinergi, mendelegasikan tugas pengasuhan sementara kepada baby sitter atau asisten dengan bahasa yang bijak. Ketika ibu tidak bersama anak, baby sitter bisa mengambil peran bagaimana mengondisikan anak agar merawatnya dengan kasih sayang. Namun tentunya tugas ini bukan tugas penuh, tetapi sifatnya hanya sementara. Tugas pengasuhan tetap dimiliki oleh ibu sendiri. 


Share:

Senin, 19 Mei 2025

Peran Ibu Hebat


Peran Ibu secara waktu terlihat lebih banyak dibanding ayah. Sebab, Ibu yang berada di rumah, sementara Ayah mencari nafkah. Ibu yang berada di dekat anak, mulai dari dalam kandungan, memasuki masa golden age, memasuki masa pra baligh, hingga akhirnya ketika ia sudah baligh lalu akan berbaur dengan lingkungan.


Tidak bermaksud mengecilkan peran Ayah, seorang Ibu lebih dekat dengan anak sefara fisik, psikologis, dan emosional. Kasih sayang ibu terlihat lebih besar dibanding Ayah, karena anak adalah bagian dari Ibu. Terutama saat berada di dalam kandungan, Ibu dan anak menyatu dalam tubuh Ibu. Allah memberikan anugerah berupa fitrah keibuan dan kelembutan kasih sayang pada seorang Ibu. Fitrah tersebut muncul dari hormon prolaktin yang diproduksi oleh kelenjar pituitari saat mengandung hingga masa menyusui. Kondisi inilah yang membuat Ibu mampu bangun tengah malam demi kenyamanan anak yang ia cintai, khususnya pada 1000 hari pertama. Fase 2 tahun pertama ini memiliki pengaruh besar dalam pembentukan karakter.


Fase menyusui adalah fase yang krusial, di fase ini ada bonding antara Ibu dan anak. Orang yang pertama kali dikenali oleh anak adalah ibunya. Ia mengenali aroma tubuh Ibunya, mengenali wajah ibunya, dan tingkah lalu ibunya. Perlahan, ketika berusia enam bulan, ia akan memulai hubungan sosial dengan orang-orang di sekelilingnya. 


Bahasa yang pertama kali ia dengar adalah bahasa ibunya. Ia pertama kali mempelajari bahasa ibunya. Jika ibunya berbahasa daerah, maka akan keluar bahasa-bahasa daerah jika anak mulai bisa mengucapkannya. Logat bahasa ibu yang ia dengar pada usia dini akan tertanam dalam dirinya di masa-masa golden age itu. Akan bisa berubah ketika ia berada di lingungan yang lebih luas ketika beranjak besar.


Fase menyusui adalah fase yang menguatkan bonding antara ibu dan anak. Betapa pentingnya fase menyusui ini. Saat menyusui alangkah baiknya ibu berinteraksi dengan anak, mengajak anak bercerita. Sang anak akan merespon dengan caranya sendiri. Ketika ia semakin besar akan berpengaruh pada dirinya. Anak akan berkembang dengan jauh lebih baik jika ibu selalu mengajak anak interaksi. Betapa besarnya peran ibu dalam pengasuhan dan pendidikan anak. 


Share:

Minggu, 18 Mei 2025

Mendidik Ananda di Rumah


Rumah adalah sekolah atau madrasah pertama untuk anak. Maka fondasi di rumah haruslah kuat. Di rumah mulai di tanamkan akidah yang benar seperti apa. Semua dimulai sejak dini dan dari hal yang paling kecil serta sederhana. 


Apa yang dilalukan oleh orangtua di rumah, akan dotiru oleh anak. Rumah adalah tempat ia belajar paling lama, jadi pelajaran-pelajaran itu sudah seharusnya berawal dari rumah. Orangtua yang mengajarkan pendidikan yang baik, sesuai fitrah anak tentu akan menjadi anak yang alih dan saliha. Namun jika orangtua abai, maka rumahlah yang menjadi pertanyaan awal pula. Seperti apa didikan orangtuanua di rumah sehingga anak berperangai buruk misalnya. 


Allah menjadikan anak-anak sebagai amanah bagi orangtua. Allah akan meminta pertanggungjawaban kelak di akhirat atas apa yang telah dilakukan oleh orang tua terhadap anak-anaknya. 


Ada sebuah hadis dari HR Bukhari dan Muslim, Rasulullah bersabda “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah (Islam), kedua orangtuanya yang menjadikan dia yahudi atau Nasrani. Makna hadis tersebut bahwa setiap anak dilahirkan dalam keadaan muslim. Orangtuanya lah yang menjadikan dia Yahudi atau Nasrani. Jika saat dilahirkan orangtuanya adalah muslim, maka anak itu pun akan menjadi muslim. Artinya, orangtuanya lah yang bertanggung jawab atas agama anak-anaknya. Sebab, Allah telah menanamkan fitrah Islam itu dalam diri anak. Maka tugas orangtuanya lah yang bertanggung jawab agalr fitrah Islam itu tetal tertanam dalam diri anak-anaknya. Anak-anak tumbuh dan berkembang dengan optimal dan baik sesuai fitrahnya. 


Jadi, mendidik ananda di rumah merupakan hal yang krusial. Islam begitu peduli terhadap kualitas keluarga. Keluarga adalah tempat pertama yang menjadi rumah yang hangat, nyaman, dan tenteran untuk anak. Jadi fondasinya harus kuat.


Masa kanak-kanak adalah masa pembentukan karakter. Anak-anak lebih mudah mendengarkan dan diarahkan oleh orangtuanya karena pengaruh lingkungan belum begitu besar. Hati mereka masih sangat jernih, sehingga orangtua bisa menanamkan nilai-nilai kebaikan yang bermanfaat sejak dini. Rumah yang kokoh dengan pendidikan Islam akan menjadikan anak-anak kuat dengan perubahan zaman. Saat beranjak remaja dan dewasa pun akan kuat dengan berbagai hal di luar lingkungan rumah. 


Share:

Sabtu, 17 Mei 2025

Merawat Fitrah Ananda

Banyak kasus yang kita temui tentag fitrah anak yang menyimpang. Sungguh ironis, namun begtulah fakta saat ini. Padahal merawat dan menjaga fitrah anak itu sudah diterapkah oleh Rasulullah, sahabat. Dan para tabi’in. Namun sepeninggal mereka muncullah banyak sekali penyimpangan. Sungguh tak sanggup membaca dan mendengar kisah-kisahnya. Penyimpangan itu semakin besar dengan pengikut yang bertambah dari waktu ke waktu. Sungguh jauh dari nilai-nilai Islam.

Saat ini ada hal yang bisa dilakukan, diubah, untuk Kembali ke peradaban yang sesuai dengan nilai-nilai Islam. Bagaimana caranya? Tentu begitu kita bertanya. Salah satu caranya melalui pendidikan. Pendidikan di sini dalam arti luas, bukan hanya Pendidikan formal. Pendidikan yang melibatkan akal, jiwa, karakter, ruhiyah, dan jasmaniyah. Semua itu tujuannya untuk membimbing, menyiapkan generasi bangsa, yaitu anak-anak saat ini untuk siap menghadapi kondisi di masa mendatang.

Namun, bagaimana penerapannya? Tentu tidak semudah membalikkan kedua telapak tangan. Penerapannya bisa bertahap, Panjang, butuh waktu bertahun-tahun. Pendidikan itu dimulai dari rumah. Rumahlah tempat pertama dimana pendidikan itu berjalan, bukan lingkungan, bukan pula sekolah. Siapa yang ada di rumah? Ayah, ibu, dan anak-anak. Porsi ibu paling besar di sini, karena ialah madrasah pertama keluarga itu.

Ibu diharapkah dapat mendidik anak-anak sejak dalam kandungan hingga ia menjadi khalifah di muka bumi ini, minimal khalifah untuk dirinya sendiri. Fase usia dini, yang sering dikatakan golden age merupakan fase keemasan pembentukan pribadi anak-anak. Di masa ini fitrahnya masih terjaga, jangan sampai dirusak oleh ketidaktahuan pendidik di rumah sendiri. Fitrah sejak usia dini harus dibangun dengan keislaman. Jika terlambat memberikan Pendidikan fitrah ini, akan fatal akibatnya di kemudian hari. Sebab bebannya akan semakin berat, harus dibersihkan dahulu hal-hal yang kotor agar bisa membersihkan fitrahnya. Namun jika sudah dibina sejak kecil, potensi yang sudah ada dalam dirinya bisa langsung terbangun.

Pentingnya fondasi sejak kecil dari dalam rumah untuk merawat fitrah ini. Pendidkan adalah kuncinya. Pendidikan ini bersifat rekonstruktif dimana ia mampu merobohkan karakter-karakter yang tidak baik, yang using, yang kotor, sehingga bisa ditanamkan  nilai-nilai yang sesuai fitrahnya. Fondasi awal itu sangat penting dan menentukan. Jangan sampai kita sebagai orang tua lalai terhadap ini. Mari kita bangun pelan-pelan dengan konsisten nilai-nilai Islami dari dalam rumah. Semangat wahai para ibu, kalian adalah arsitek peradaban Islam.

Share:

Jumat, 16 Mei 2025

Ia Ibarat Kaca yang Berdebu


Seorang wanita fitrahnya lembut. Walau ada yang terlihat keras, namun sebenarnya ia tetaplah lembut. Sisi lembutnya itu akan terlihat di beberapa sisi jika memang tidak terlihat di semua sisi. Maka, wahai para lelaki bersikap dan berkatalah dengan lemah lembut pada ibu, karena ia akan retak jika engkau terlalu keras terhadapnya. Namun jika terlalu lembutpun ia akan berdebu, tidak bersih terlihat. Ibu ibarat kaca yang berdebu, jika terlalu lembut menekannya, ia akan tetap berdebu. Namun jika terlalu keras ia akan pecah berkeping-keping. Jadi memang harus berhati-hati dalam bersikap dan bertutur padanya.


Sungguh lembut hatinya, hingga tak akan ia biarkan orang-orang yang ia sayangin disakiti oleh siapapun. Saking lembutnya bahkan ia rela berkorban, rela melakukan apapun untuk membahagiakan orang yang ia kasihi. Sungguh tak terhingga kasih sayangnya terhadap anak-anaknya, begitupun baktinya oada suaminya. 


Namun ketika mendengar suara yang meninggi dari suami misalnya, hatinya langsung rapuh. Ia seperti kehilangan jati dirinya, tidak ada arah. Ia bingung mengapa cintanya dibalas dengan bentakan. Sungguh lembut. Ia terkadang mencoba tegar dengan perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang, namun sebenarnya hatinya rapuh. Ia simpan dalam-dalam, meredam semuanya. Ia yakin bahwa yang bisa mengendalikan hatinya hanya ia dan Allah Yang Maha Menguasai Hati manusia. Ia yakin Allah akan menguatkan hatinya yang lembut namun tetap tegar dihadang oleh apapun.


Perhiasan Dunia


Wanita ibarat perhiasan. Sebuah hadits mengatakan bahwa sebaik-baik perhiasan adalah wanita salihah. Begitupun seorang ibu, ia adalah perhiasan di rumahnya. Ia begitu berharga. Segala upaya yang ia lalukan untuk keluarganya begitu berharga. Perhiasan itu memang patut diberikan gelar kepadanya. Ia taat pada suami, ia menyayangi anak-anaknya dengan penuh cinta karena Allah. Sungguh, betapa mulianya ia.


Ibu adalah perhiasan.  Ia harus dijaga, harganya tak terhingga, tidak akan bisa dinilai dengan mata uang apapun. Jika ia keluar rumah, maka akan ada pancaran-pancaran yang menyilaukan, sehingga harus ditutup auratnya. Tidak semua orang bisa sesuka hati melihatnya, hanya orang-orang tertentu dan terdekat saja. Begitu kan perhiasan berharga yang harganya milyaran bahkan triliunan? Nah, seorang ibu yang lebih dari itu bahkan tidak terhingga nilainya tentu saja juga tidak sembarang orang bisa melihatnya.


Ia menjaga marwahnya, ia menjaga kesucian dirinya, menjaga harkat dan martabat keluarganya dengan akal, pikiran, dan hatinya. Sungguh mulia seorang ibu, perhiasan dunia yang tiada tandingannya.


Share:

Kamis, 15 Mei 2025

Kuatkan Ibu


Wahai para ayah, kuatkan istri kalian. Sebab jika ia kuat, akan ia hadapi semuanya dengan mudah. Kuat mental, kuat fisik juga. Jika ia sakit sedikit saja, pekerjaan di rumah akan berantakan. Rumah tidak lagi rapi. Tidak ada yang berbenah. Namun jika ibu sehat, sebanyak apapun pekerjaan rumah, maka akan ia jalani. Akan lebih indah jika dijalani dengan senyuman karena semangat suaminya. Maka, kuatkanlah istrimu.

Kuatkan jiwanya juga jika ada omongan-omongan yang tidak menyenangkan. Hanya engkau temannya bisa berbagi keluh kesah apapun. Ia tidak akan mengadukan apa yang terjadi pada orangtuanya lagi. Jika engkau tidak membesarkan hatinya, maka kepada siapa lagi dia akan bercerita? Sebesar apapun masalah yang ia hadapi di luar, namun engkau berpihak kepadanya, maka semuanya akan terasa ringan.


Surat cinta untuk para ayah


Wahai ayah, kami tahu bahwa kalian sangat lelah mencafi nafkah. Kalian memikirkan bagaimana bertanggung jawab atas amanah-amanah yang telah Allah berikan. Namun ketahuilah, bahwa istri dan anak-anak juga membutuhkan kalian. Istri ingin didengar, diperhatikan, dan divalidasi perasaannya. Anak-anak ingin bermain bersama ayahnya, ingin dibacakan cerita sebelum tidur, dan ingin bercerita kesehariannya hari ini.


Wahai ayah, ingatlah, bahwa apa yang telah kita jalani hari ini akan menjadi hari-hari indah yang akan di kenang di kemudian hari. Jika engkau tak meluangkan waktumu sedikit saja, apa yang harus dikenang? 


Saat anak-anak kecil, mereka butuh figurmu. Jadilah sosok yang membanggakan untuk mereka, sosok teladan yang dapat mereka contoh, sosok pengayom sehingga mereka merasa aman didekatmu, sosok peduli yang dengannya mereka merasa tenteram di dekatmu. 


Kami yakin engkau bisa mengelola waktumu sedemikian rupa sehingga bisa bermain dengan keluarga. Akan selalu ada rindu untukmu. Tidak kah engkau juga merindukan kami? Kapanpun, kami akan selalu mendoakanmu. Ketika hujan turun dan engkau belum sampai ke rumah, anak-anak berpikir bagaimana ayahnha akan pulang? Apakah baju ayah nanti akan basah? Apakah air hujan akan masuk ke dalam sepatu ayah? Dan pertanyaan-pertanyaan yang mengkhawatirkan dirimu, wahai ayah.


Sungguh, kita butuh waktu yang berkualitas, waktu yang kuantitasnya juga banyak. Jika berlibur, buatlah pikiranmu fokus kepada kami, tidak pada pekerjaan. Sebab kami juga tidak ingin hanya raganua yang berada di dekat kami, namun pikiranmu masih tetap pada pekerjaan. Yakinlah, sesusah apapun masalah di pekerjaanmu, Allah akan beri pertolongan. Tidak perlu dihiraukan, tidak perlu dipikirkan terlalu berat, seban akan membebanimu. Kami tidak ingin engkau terlalu tertekan. Hadapilah dengan senyuman dan optimis. Setiap masalah pasti ada solusinya. Allah sudah memberikan sepaket itu penuh cinta.



Share:

Selasa, 13 Mei 2025

Keikhlasan Ibu

Ikhlas sering sekali bergandengan dengan sabar. Dimana ada sabar, biasanya ada ikhlas. Mereka bagaikan dua sisi yang tidak terpisahkan. Sebab memang arahnya selaras. Keikhlasan seorang ibu dalam menjalankan perannya tentu akan ada buah manis yang didapatkan setelahnya. Ibu yang ikhlas akan terasa menjalankan semuanya seperti tanpa beban walau sebenarnya sangat berat ia jalani. Banyak hal yang membuatnya ingin menangis, namun dengan keikhlasannya tangisan itu membuatnya lebih kuat.

Ikhlas membersihkan rumah, menata ruang, menyiapkan sarapan, mengantarkan anak ke sekolah tanpa minta gaji kepada suami. Jika dihitung jumlah semua yang ia lalukan, bisa jadi gaji suaminya lebih rendah daripada apa yang ia lalukan. Bayangkan jika dihitung gaji tukang masak, baby sitter, tukang kebun, ojek yang mengantar anak ke sekolah, tikang setrika, asisten rumah tangga, bisa jadi gaji UMR akan kalah saing.

Wahai ibu, semoga keikhlasanmu mengantarkan ke surga dari pintu mana saja. Berbahagialah menjadi ibu, baik yang bekerja di ranah publik maupun tanah domestik. Keduanya tidak perlu dibenturkan. Keduanya punya peran yang besar untuk peradaban. Mari saling memahami, saling mendukung, dan saling menginspirasi.

Ibu Produktif Berkarya

Karya tidak hanya menghasilkan uang. Ada karya yang menghasilkan profit dan ada yang non profit. Karya yang menghasilkan profit tentunya sangat bagus. Ia bisa mengaktualiaasikan dirinya di tengah gempuran ekonomi yang tidak stabil di negeri ini. Namun karya yang tidak menghasilkan profit juga perlu diapresiasi. Ia bisa mengajarkan ilmu kepada masayarakat misalnya seperti pemberdayaan masyarakat, kelas-kelas gratis untuk menulis, yang saat ini bisa jadi profitnya tidak ia hasilkan namun di masa mendatangkan karyanya itu akan memiliki profit.

Ibu yang berkarya tidak akan merasa jenuh beraktivitas di rumah. Karena di dalam dirinya ada target-target, ada visi misi yang harus ia jalankan sebagai insan di muka bumi, sebagai ibu, sebagai istri, atau sebagai anak. Ia tidak akan bermalas-malasan. Ia produktif melakukan berbagai aktivitas di rentang kemampuan dan kapasitasnya.

Dengan produktif berkarya, ia memiliki value di rumah dan di masyarakat. Ibu rumah tangga tidak dianggap lagi pengangguran, karena walaupun ia di rumah ilmunya terus berkembang. Ia terus belajar. Ia terus produktif menghasilkan karya.

Misalkan saja ada seorang ibu yang berkarya dengan hasil masakannya. Hasil masakan ini dijual dan menghasilkan uang. Jika ia terus menerus mengembangkan usahanya semaksimal mungkin, di masa depan ia akan menjadi pengusaha sukses yang menginspirasi ibu-ibu. Awalnya memang ia adalah ibu rumah tangga. Namun ketika anak-anaknya sudah semakin bertumbuh, orang mengenalnya pengusaha, bukan lagi ibu rumah tangga yang dianggap tidak memiliki pekerjaan apa-apa.

Ibu Bahagia Kunci Rumah Bahagia

Untuk para suami, bahagiakanlah istrimu. Untuk istri yang bergelar ibu, bahagiakanlah dirimu sendiri. Jika merasa tidak mendapatkan kebahagiaan di luar, maka dirimu sendirilah yang bisa membuat bahagia. Kendali ada di tanganmu wahai ibu. Engkau yanh memegang kunci kebahagiaan itu, tentunya atas izin Allah.

Jangan berlarut-larut dalam kegelisahan dan kesedihan. Yakinlah bahwa selalu ada pertolongan Allah dalam tiap usaha yang engkau lalukan.

Rumah akan bahagia jika ibu bahagia. Anak-anak akan merasakan energi-energi positif jika ibunya bahagia. Namun jika ibu tidak bahagia, anak-anak bisa menjadi korban. Ibu marah-marah tidak jelas ketika ada air yanh tumpah misalnya. Kemarahannya diarahkan ke anak-anaknya. Padahal anaknya tidak sengaja menumpahkan air karena tersenggol. Semua orang pernah menumpahkan air. Namun mengapa kemarahannya melihat itu sangat besar? Sebab ibunya tertekan, ibunya tidak bahagia.

Wahai ayah, bantu istrimu di rumah agar tidak terlalu kelelahan. Sediakan asisten rumah tangga jika diperlukan. Bantu ia membereskan rumah yang berantakan. Sebab bantuanmu sangat berharga baginya, walau hanya sekadar mencuci piring bekas sarapanmu saja, walau hanya meletakkan handuk setelah mandi pada gantungannya. Sederhana, namjn sungguh berharga baginya. Bantu ia menjaga kesehatan mentalnya. Kunci kebahagiaan rumahmu ada padanya, maka bahagiakanlah ia.


Share: